A. Teori Belajar

A. Teori Belajar
Teori belajar merupakan pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang bersifat teoritis dan telah diuji melalui eksperimen yang sangat dibutuhkan dalam perubahan tingkah laku atau belajar. Berdasarkan perbedaan sudut pandang tentang proses belajar, maka teori belajar dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yang sering digunakan untuk menerangkan proses belajar diantanya sebagai berikut:

1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah :
1. Classical Conditioning (Ivan Petrovich Pavlov, 1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
2. Operant Conditioning (Skinner , 1904-1990)
Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operant conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operant yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.

Prinsip belajar Skinners adalah :
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika benar diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
c. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
d. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
e. dalam pembelajaran digunakan shapping
Prinsip-prinsip teori Behaviorisme yang banyak dipakai di dunia pendidikan ialah ( Hartly & Davies, 1978)
a. Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut berpartisipasi secara aktif di dalamnya.
b. Materi pelajaran dibentuk dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga siswa mudah mempelajarinya, antara lain juga karena disini mereka hanya perlu memberikan suatu respons tertentu saja.
c. Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga siswa dapat segera mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum.
d. Setiap kali siswa memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada penguatan negatif.
2. Teori Kognitif
Kognitivisme merupakan suatu bentuk teori yang sering disebut dengan model kognitif atau perseptual. Di dalam model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya.belajar itu sendiri menurut teori ini adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini juga ditekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut. Membagi keseluruhan situasi menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah adalah sama dengan kehilangan sesuatu (Relly & Lewis, 1983).
Menurut Galloway (1976) belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. Proses belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Teori belajar yang didasarkan pada kognitivisme dan yang seringkali dipakai dalam proses belajar mengajar antara lain:
a. Teori perkembangan Piaget
Menurut piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, artinya suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu proses perkembangan sistem saraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya (Travers).
Proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan usianya. Penjenjangan ini bersifat hierarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan orang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Disini terdapat empat macam jenjang, mulai jenjang sensorimotorik (0-2 tahun) yang bersifat eksternal, preoperasional (2-6 tahun), operasional konkrit (6/7-11/12 tahun), dan jenjang formal (11/12-18 tahun) yang bersifat internal.
b. Teori Kognitif Bruner
Dalam membahas perkembangan kognitif, Bruner menekankan pada adanya pengaruh kebudayaan terhadap lingkungan seseorang. Kalau Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif menyebabkan perkembangan bahasa seseorang, sebaliknya Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif (Hilgard & Bower, 1981)
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:
1. Tahap enaktif, dimana individu melakukan aktivitas-aktivitas dalam usahanya memahami lingkungannya.
2. Tahap Ikonik, dimana ia melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
3. Tahap simbolik, dimana ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipangaruhi bahasa dan logika.
Menurut Burner (Worell & Stilwell,1981) untuk mengajar sesuatu tidak perlu ditunggu sampai anak mencapai suatu tahap perkembangan tertentu. Apabila bahan yang diberikan diatur dengan baik, maka individu dapat belajar meskipun umurnya belum memadai. Dengan kata lain perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner ini di dunia pendidikan disebut kurikulum spiral, di mana suatu subjek diberikan melalui dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi dengan menyajikan materi yang sama tetapi tingkat kesukaran berbeda. Materi ini disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka yang belajar.
Gage & Berliner (1979) menyimpulkan beberapa prinsip bruner, tersebut:
Makin tinggi tingkat perkembangan intelektual, makin meningkat pula ketidak tergantungan individu terhadap stimulus yang diberikan;
Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan internal untuk menyimpan dan memproses informasi
Perkembangan intelktual meliputi peningkatan kemampuan untuk mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol;untuk mengembagkan kognitif seseorang diperlukan interaksi yang sistematik antara pengajar dan yang diajar;
Perkembangan kognitif meningkatkan kemampuan seseorang untuk memikirkan beberapa alternatif secara serentak, memberikan perhatian kepada beberapa stimuli dan situasi sekaligus, serta melakukan kegiatan-kegiatan.
c. Teori belajar Ausubel
Kelemahan dari beberapa teori belajar ialah bahwa teori-teori tersebut sangat menekan pada belajar asosiatif atau menghafal, di mana materi asosiasi dihafal secara arbitrari. Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyarataN (Reilly & Lewis, 1983): (a) meteri yang secara potensional bermakna, dan pilihan serta diatur oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan serta pengalaman masa lalu siswa, dan (b) suatu situasi belajar yang bermakna. Faktor motivasional memegang peranan penting di sini, sebab siswa tidak akan mengesimilasi materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Hal ini juga perlu diatur oleh guru, sehingga materi tidak dipelajari secara hafalan.
Di dalam proses belajar-mengajar guru dapat menerapkan prinsip-prinsip teori belajar bermakna dari Ausubel melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengukur kesiapan siswa
2. Memilih materi dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep kunci-kunci, mulai dari contoh-contoh konkrit, kontroversional, atau yang bersifat tidak biasa.
3. Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi baru itu.
4. Menyajikan suatu perbandingan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari
5. Memakai advance organizers
6. Mengajarka siswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada, dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada.
d. Teori Belajar Gagne
Teori belajar yang dsisusun Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara Behaviorisme dan kognitivesme, yang berpangkal pada teori proses informasi. Menurut Gagne seperti dikutip oleh Worell & Stilwell (1981) cara berfikir seseorang tergantung pada:
1. Keterampilan apa yang telah dipunyainya
2. Keterampilan serta hierarki apa yang dilakukan untuk mempelajari suatu tugas.

Fenomena yang terjadi dalam proses belajar:
a. Keterampilan intelektual yang meningkat sejalan dengan meningkatnya umur serta latihan yang diperoleh individu
b. Belajar akan lebih cepat apabila strategi kognitif dapat dipakai dalam memecahkan masalah secara lebih efisien.
Lima macam hasil belajar menurut Gagne (1985):
a. Keterampilan intelektual
b. Strategi kognitif
c. Informasi fariabel
d. Keterampilan motorik
e. Sikap
3. Teori Humanistik
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Teori Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Tokoh-Tokoh Teori Humanistik
a. Abraham Maslow
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
• Kebutuhan fisiologis / dasar
• Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
• Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
• Kebutuhan untuk dihargai
• Kebutuhan untuk aktualisasi diri
b. Carl Rogers
Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan wafat di LaJolla, California, pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Dia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai buku-buku petualangan. Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis pada tahun 1931.
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
• Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
• Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
• Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
• Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
• Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
• Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
• Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
• Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
• Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
• Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
• Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
• Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
• Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
• Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.

No comments:

Post a Comment