Makalah: FPI (IDEALITAS DAN REALITAS PENDIDIKAN)
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai pendidikan tidak terlepas dari
realitas yang ada dan bagaimana idealitasnya. Pendidikan sendiri adalah upaya
dalam mengembangkan potensi yang ada sehinga tercapailah insan kamil dan
tercapailah kebahagiaan dunia dan akherat. Paradigma masyarakat mengenai
pendidikan dewasa ini hanya berkutat pada sekolah, lembaga-lembaga pendidikan
yang dapat mencetak ijazah maupun sertifikat. permasalahan ini timbul
dikarenakan sistem pemerintahan kita yang mulai terpecah sehingga berdampak pada
pendidikan sosial kemasyarakatan. Dengan adanya pesoalan ini maka tak jarang
diantara kita ada yang menggunakan berbagai macam cara untuk mendapatkan
selembar ijazah. Apabila kita menggunakan cara-cara negatif demi mendapatkan
ijazah maka tujuan pendidikan tidak akan pernah tercapai meskipun kita memiliki
banyak ijazah, bahkan cumloud.
Pendidikan merupakan hak semua orang, yang sebenarnya
bisa didapatkan dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun caranya. Pendidikan pada
dasarnya dapat berbentuk pendidikan formal, non-formal, dan juga informal.
Pendidikan non-formal yang bisa didapatkan melalui kursus maupun kegiatan
organisasi dan sebagainya. Sedangkan pendidikan informal sudah kita terima
sejak lahir dari lingkungan dan proses ini berjalan selama kita hidup.
Pendidikan formal bisa didapatkan melalui aktivitas belajar dan mengajar di
sebuah institusi sosial yang kita kenal dengan istilah sekolah. Tapi sayangnya,
tidak semua orang dianggap pantas dan mampu untuk mengenyam pendidikan formal,
yang selama ini masih dianggap paling penting oleh masyarakat.
PEMBAHASAN
Idelitas
dan realitas pendidikan dapat dipandang dari dua segi, yaitu dari segi konsep
filsafat dan dari segi konsep pendidikan.[1]
A.
Idealisme
Pendidikan
1. Konsep
Filsafat
a. Metafisika
(hakekat kenyataan)
1) Absolute,
kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah.
2) Kritis,
ada kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang
lebih dapat diambilkan.
b. Humanologi
(hakekat manusia)
1) Jiwa
dikaruniai kemampuan berfikir/rasional.
2) Kemampuan
berfikir menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c. Epistemologi
(hakikat pengetahuan)
1) Pengetahuan
yang benar diperoleh melalui instituisi dan pengingatan kembali melalui
berfikir.
2) Kebenaran
hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran
yang cemerlang sebagian besar manusia hanya sampai tingkat pendapat.
d. Aksiologi
(hakikat nilai)
Kehidupan
manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pandangan
tentang kenyataan atau metafisika.
2. Konsep
Pendidikan
a. Tujuan
pendidikan: formal dan informal, pertama-tama adalah pembentukan karakter dan
kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan kebijakan social.
b. Isi
pendidikan atau kurikulum
1) Pengembangan
kemampuan berfikir melalui pendidikan liberal (arets liberais) atau pendidikan
umum.
2) Penyiapan
keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c. Metode
pendidikan
1) Metode
pendidikan yang disusun adalah metode dialetik, meskipun demikian setiap metode
efektif mendorong belajar dapat diterima (ekletif).
2) Cenderung
mengebaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
d. Peranan
peserta didik dan pendidik
1) Peserta
didik bebas mengembangkan bakat dan kebribadiannya.
2) Pendidikan
bekerja sama dengan alam dengan proses pengembangan kemampuan ilmiah,
sehubungan dengan hal ini, tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan
yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan efektif dan efisien. Tokoh-tokoh
pendukung: plato, William T.Harris, Herman Harrell Horne, Frderick Froebel.
B.
Realitas
Pendidikan
- Konsep Filsafat
a. Metafisika
1) Materialism:
kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik
2) Dualism:
kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan yang bersifat fisik/material dan
bersifat rohaniah/immaterial
3) Pluralism:
kenyataan yang sebenarnya terbentuk dari berbagai bentuk kenyataan.
b. Humanologi
1) Hakikat
manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan.
2) Jiwa
merupakan sebuah organism yang sangat komples yang mempunyai kemampuan berfikir.
3) Manusia
mungkin mempnyai kebebasan atau tidak mempunyai kebebasan.
c. Epistimologi
1) Prinsip
ketidakbergantungan: kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada
pngetahuan dan gagasan manusia dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran.
2) Pengetahuan
dapat diperoleh memalui pengindraan
3) Kebenaran
pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.
d. Aksiologi
Tingkah
laku manusia diaturoleh hokum-hukumalam yang diperoleh melalui ilmu dan pada
taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat yang
telah teruji dalam kehidupan
- Konsep-konsep Pendidikan
a. Tujuan
Pendidikan
Tujuan-tujuan
pendidikan adalah dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup dan dapat
melaksanakan tanggung jawab social
b. Isi
Pendidikan atau Kurikulum
1) Kurikulum
komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri
dalam hidup dan tanggungjawab social.
2) Kurikulum
berisi unsur-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan
kamampuan berfikir, dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
c. Metode
Pendidikan
1) Semua
kegitan belajar berdasarkan pengalaman baik langsung maupun tidak langsung.
2) Metode
mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan.
3) Pembiasaan
merupakan sebuah metode pokok yang diergunakan baik oleh kalangan penganut
realism maupun behaviorisme
d. Peranan
Peserta Didik dan Pendidik
1) Dalam
hubungannya dengan pengajaran, peranan peserta didik adalah penguasaaan
pengetahhuan yang dapat berubah-ubah.
2) Dalam
hubungannya dengan disiplin , tatacara yang baik sangat penting dalam belajar.
Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat
kebajikan.
3) Peranan
pendidik adalah menguasai pengetahuan, ketrampilan teknik-teknik pendidikan
dengan kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan padanya. Tokoh-tokoh
Pendukung Aristoteles, Johan Amos Comeneus, John Milton, Montaigne
C.
Idealitas
dan Realitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui,
kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari
kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya
harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang,
guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak
diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang
sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar
murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka
ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut,
tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru
berpengalaman yang pensiun. Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor
semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah
terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang
terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja.
Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti
kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah
sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas
di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden memaparkan beberapa
langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
1. Meningkatkan
akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya
dari angka partisipasi.
2. Menghilangkan
ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan
kota, serta jender.
3. Meningkatkan
mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta
meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
4. Pemerintah
akan menambah jumlah jenis pendidikan
di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga
siap pakai yang dibutuhkan.
5. Pemerintah
berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan
di sekolah-sekolah.
6. Pemerintah
juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44
triliun.
7. Penggunaan
teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan. •
Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
·
Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan
di Indonesia
a.
Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang
memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan
dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik
(dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan
keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna. Efektifitas
pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan
penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya
tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini
menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan
dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses
pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan
efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak
tahu apa tujuan kita..
b. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas
dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan
akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik
tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika
kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya,
hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia.
c. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita
ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan
diambil.
Dunia pendidikan terus berubah. Kompetensi yang
dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka
yaitu di dalam dunia modern dalam era globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang
harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi
standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan
kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan
terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an
kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan
baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan
Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk
meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya
bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh
standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan
tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan.
·
Selain beberapa penyebab rendahnya
kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus
beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
1.
Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah
dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan
media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium
tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya.
Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki
perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2.
Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.
Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan
tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan
pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
3.
Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam
membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII
(Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya
seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang,
pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460
ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan
pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan
sampingan.
4.
Rendahnya
Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana
fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun
menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan
matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends
in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya
berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di
ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi
siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga
yang terdekat.
5.
Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada
tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan
Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3
juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi
Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara
itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan
dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan
pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6.
Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan
Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan
yang menganggur. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar
3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga
menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara
hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang
materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta
didik memasuki dunia kerja.
7.
Mahalnya
Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering
muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak
memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari
kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di
Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan
mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan
organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.[2]
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.[2]
PENUTUP
Dari
pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Idelitas dan realitas
pendidikan dapat dipandang dari dua segi, yaitu dari segi konsep filsafat dan
dari segi konsep pendidikan.
Permasalahan-permasalahan
yang ada dalam pendidikan dewasa ini harus memperhatikan system pendidikan.
System pendidikan harus di perbaharui dan dikaji ulang agar tidak ada
kesenjangan antara realitas dengan idealitas.
Demikianlah
makalah yang kami buat kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
demi perbaikan dan kelengkapan makalah kami.
DAFTAR
PUSTAKA
Mudyahardjo, Redja. 2008. Filsafat
Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Nasution, S. 1999. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
http://nurkholisgravelious.blogspot.com/2010/07/sosiologi-pendidikan.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment