ZAKAT


BAB I
PENDAHULUAN
Zakat merupakan pokok agama yang sangat penting dan strategis dalam islam karena zakat adalah rukun islam ketiga setelah syahadat dan salat. Jika salat berfungsi untuk membentuk kesalehan pribadi seseorang, zakat berfungsi membentuk kesalehan dalam system social kemasyarakatn. Pembentukan kesalehan pribadi dan system masyarakat inilah salah satu tujuan diturunkannya risalah islam oleh Allah SWT kepada manusia.
Di masyarkat kita, pengetahuan, kesadaran, dan pengalaman terhadap perintah salat sudah cukup merata, tetapi tidak begitu dengan perintah zakat. Padahal, Al-Qur’an menyebutkan perintah salat dan zakat  dalam 28 tempat atau ayat. Dengsan demikian, perintah salat dan zakat sebenarnya beriringan dan merupakan satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan. Hal ini tercermin pula pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a. ketika melihat adanya pemilihan antara perintah zakat dan salat. Dengan lantang, ia berkata, “Demi Allah, saya akan memerangi orang-orang yang memisahkan antara salat dan zakat karena zakat adalah kewajiban atas harta.” (HR Bukhari dan Muslim)
Maksud diperintahkannya zakat adalah Allah Ta’ala menghendaki kebaikan kehidupan manusia agar hidup tolong menolong, gotong-royong, dan selalu menjalin persaudaraan. Adannya perbedaan harta, kekayaan, dan status social dalam kehidupan adalah sunatullah yang tidak mungkin dihilangkan sama sekali. Bahkan, perbedaan status social itulah yang menjadikan manusia membutuhkan antara satu dan lainnya. Dan, zakat menjadi salah satu instrument paling efektif untuk menyatukan umat manusia dalam naungan kecintaan dan kedamaian hidupnya di dunia menggapai kebaikan di akhirat.
Zakat dipandang sebagai indicator utama kedudukan seseorang pada ajaran islam (QS At-Taubah : 5 dan 11) sekaligus sebagai cirri orang yang mendapatkan kebahagiaan (QS Al-Mu’minun : 4) sehingga akan mendapat rahmat dan pertolongan Allah SWT (QS At-taubah: 71 dan QS Al-Hajj: 40-41). Kesadaran umat islam berzakat dipandang sebagai orang yang memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahiq ( orang yang berhak mendapat zakat) lainnya (QS At-Taubah: 60),sekaligus sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya, serta menyucikan jiwanya (QS At-Taubah:103 dan Qs Ar-Rum:39).
Sebaliknya Al-Quran dan hadis memberikan peringatan keras terhadap orang yang enggan berzakat untuk diperangi, harta bendanya akan rusak, bahkan Allah SWT akan menurunkan azab dalam kemarau panjang dan di akhirat nanti harta benda yang tidak dikeluarkan zakatnya itu akan menjadi azab bagi pemiliknya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    ZAKAT, INFAK, DAN SEDEKAH
        1.               Zakat
Zakat berasal dari kata zaka-yazku-zaka-an atau zakiya-yazka-zakan yang berarti suci, bersih, tumbuh, berkembang, bertambah, dan berkah, namun sering diartikan menyucikan atau membersihkan. Dalam Al-Qur’an disebutkan : (QS. Asy-Syams: 9)
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,"
Menurut terminology syariat, zakat adalah kewajiban atas harta tertentu, untuk kelompok tertentu, dan dalam waktu tertentupula. Jadi bisa diartikan bahwa zakat adalah nama atau sebutan dari sesuatu (hak Allah Ta’ala) yang dikeluarkan seseorang kepada orang-orang yag berhak menerimanya. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa, dan memupuk berbagai kebaikan.[1]
        2.               Infak
Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan suatu (harta) untuk kepentingan orang lain. Menurut terminology syariat, infak berarti memberikan atau mengeluarkan sebagian penghasilan atau pendapatan untuk kepentingan yang diajarkan islam. Istialah lain yang sering digunakan adalah kata nafaqah atau nafkah. Dalam Al-Qur’an disebutkan: (QS Al-Hadid: 10)
“Dan Mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Pengertian infak lebih umum daripada zakat karena setiap orang beriman sangat dianjurkan untuk berinfak, baik mampu maupun tidak mampu. Infak tidak ditentukan jenis barangnya, jumlahnya, dan sasaran khusus pendayagunaannya. Oleh karena itu, berinfak boleh diberikan kepada siapa saja, seperti kepada kedua orangtua, saudara, dan anak yatim. Disinilah perbedaan infak dengan zakat.[2]
Infak mencakup harta zakat dan nonzakat. Inafak ada yang wajib dan ada yang sunah. Infak wajib diantaranya zakat, kafarat, dan nazar. Sedangkan infak sunnah, diantaranya infak kepada fakir miskin sesame muslim, inafak bencana alam, dan infak kemanusiaan.
                  3.            Sedekah
Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Menurut terminology syariat, pengrtian dan hukum sedekah sama dengan infak. Akan tetapi, sedekah mencakup arti yang lebih luas dan menyangkut hal-hal yang bersifat nonmaterial. Hal tersebut dijelaskan dalam hadis imam Muslim yang bersumber dari Abu Dzar. Rasulullah saw menjelakan:
يصبح علي كال سلامي من احدكم صدقةفكل تسبيحة صدقة وكل تحميدة صد قة وكل تحليلة صد قة و كل تكبيرة ص قة وامر با لمعروف صد قة ونهن عن المنكر صد قة و يجز ي من ذ لك ركعتان ير كعهما من الضحي.
“Pada setiap pagi dianjurkan untuk setiap sendi untuk bersedekah , setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap tahlil sedekah, setiap takbir sedekah, amar makruf sedekah, nahi munkar sedekah dan untuk mencukupi itu semua dengan dua rekaat sholat dhuha.” (HR. Muslim)

B.     DASAR-DASAR ZAKAT DAN HUKUM ZAKAT
                  1.            Dasar- Dasar Zakat
a)        Allah berfirman , “Alif Lam Mim”. Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan sholat, dan menafkahkan rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al- Baqorah : 1-3)
b)        “Dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya. “ (QS. AL An’am: 141)
c)        Perintah mengeluarkan zakat disebutkan Allah di banyak ayat di dalam Al-Qur’an. Perintah mengeluarkan zakat diiringi dengan shalat karena keagungan dan kedudukan yang tinggi di dalam agama.
d)       Allah menyifati orang yang menolak mengeluarkan zakat dengan “musyrik”. Firmannya, “ Dan kecelakaan besar bagi orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya akhirat,” (QS. Fushilat: 6-7)
e)        Abu Bakar menjadikan zakat sebagai hak baitulmal dan dia memerangi orang yang menentang zakat, syariat pun mengancam penentang zakat dengan siksa dan penyitaan harta.[3]
Nabi memerintahkan kepada Muadz pergi ke Yaman untuk menyampaikan tauhid, shalat, dan zakat kepada kaumnya serta memerintahkan kepada kaumnya serta memerintahkan kepadanya untuk mengambil  zakat dari mereka dan memelihara kemuliaan harta mereka.
Nabi mengancam keras kepada orang yang menentang zakat bahwa dia akan disiksa dengan harta yang dia miliki. Jika hartanya berupa hewan peliharaan maka hewannya akan menikam dan menanduknya. Jika hartanya berupa emas dan perak, dia akan dibuatkan baju dari baja kemudian dipanaskan di neraka hingga dengannya kedua pinggang, punggung, dan keningnya disetrika. Dia kemudian digiring di antara manusia dan dia akan menyaksikan perjalanannya, apakah ke neraka atau ke surga.
Hadist tantang syahadat yang telah disebutkan sebelumnya bahwa di antara bangunan islam adalah zakat. Kesepakatan ulama pun mengatakan bahwa zakat merupakan rukun di antara rukun-rukun Islam dan sebagai pilar-pilar bangunannya yang agung.[4]
                  2.            Hukum Zakat
a)        Zakat itu diwajibkan atas muslim yang merdeka, tidak disyaratkan sampai umur dan berakal.
b)        Zakat itu wajib pada perniagaan sebagaimana wajib pada unta, sapi, kambing, dan pada tiap- tiap tumbuh-tumbuhan dana zakat itu ditunaikan pada tiap-tiap tahun sekali.
c)        Masuk kedalam fardhu zakat, mengeluarkan zakat fithri yang diperkenalkan dengan zakat jiwa.
d)       Islam memperhatikan soal zakat ini, waktunya kadarnya, nishabnya, orang yang wajib atasnya dan orang-orang yang berhak menerimanya.
e)        Syara’ dengan secara sangat tegas menjadikan zakat pada empat macam harta dan dialah harta-harta yang paling banyak beredar dalam masyarakat dan yang sangat di butuhkan:
1.        Tanaman dan buah-buahan.
2.        Unta, sapi dan kambing.
3.        Emas dan perak.
4.        Harta-harta perniagaan yang berbagai macam.[5]


C.    ZAKAT FITRAH
Zakat fitrah adalah sedekah atas badan, penyucian untuk jiwa, dan penumbuhan untuk amalannya. Allah berfirman, “ sungguh bahagia orang yang mennyucikan (jiwa)” (QS. Al-A’la: 14) Sa’id bin Musayyab dan Umar Bin Abdul Aziz mengatakan bahwa yang dimaksud ayat tersebut ialah zakat fitrah.[6]
Ibnu Umar berkata, “ Rasullullah mewajibkan zakat fitrah pada bulan ramadhan sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum. Dibagikan kepada hamba sahaya dan yang merdeka, laki-laki dan wanita, serta anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin. Rasulullah memerintahkannya agar dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk solat (idul fitri)[7]
Syarat-syarat wajib zakat fitrah
1.    Islam. Orang yang  tidak beragama Islam tidak wajib membayar zakat fitrah.
2.    Lahir sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan ramadhan. Anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib membayarkan fitrah.
3.    Dia mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya, baik manusia ataupun binatang, pada malam hari raya dan siang harinya. Orang yang tidak mempunyai kelebihan tidak wajib membayar fitrah.[8]

D.    PENERIMA ZAKAT
1.        Fuqara’. Fuqara’ adalah jamak dari kata faqir  yaitu orang yang tidak ada harta untuk keperluan kehidupan sehari-hari dan tidak mampu untuk bekerja dan berusaha.
2.        Masakin. masakin merupakan jama’ dari kata miskin yaitu orang yang penghasilan sehari-harinya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
3.        ‘Amil, yaitu orang yang bertugas mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya. ‘Amil dapat juga disebut panitia.
4.        Mu’allaf, yaitu orang yang baru masuk islam dan imanya masih lemah.
5.        Hamba sahaya (budak), yaitu orang yang belum merdeka.
6.        Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak hutang sedangkan ia tidak mampu membayarnya.
7.        Sabilillah, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah.
8.        Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) seperti dalam berdakwah dan menuntut ilmu.

E.     HIKMAH ZAKAT
Dari berbagai hikmah disyariatkannya zakat menurut para ulama’, maka dapat dibagi menjadi tiga macam atau aspek diniyyah, khuluqiyyah, dan ijtimaiyyah.
1.      Faidah diniyyah (segi agama)
Diantara hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek diniyyah ini adalah:
a)      Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang menghantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
b)      Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri ) kepada tuhannya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat  beberapa macam ketaatan.
c)      Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat gandan, sebagaimana dijanjikan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 275. “ Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”
d)     Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasululloh saw.


2.      Faidah Khuluqiyyah (Segi Akhlak)
Di antara hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek khuluqiyyah ini adalah:
a)      Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran, dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
b)      Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
c)      merupan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa, sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
d)     Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
3.      Faidah ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
Di antara hikmah zakat apabila ditinjau dari ijtimaiyyah ini adalah:
a)      Zakat merupakan saran untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar Negara di dunia.
b)      Memberikan support kekuatan bagi kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Hal ini dapat dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya mujahidin fi sabilillah.
c)      Zakat dapat mengurangi kecemburuan social, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin karena masyarakat bawah akan mudah tersulut rasa benci dan permusuhan jika mereka melihat kelompok masyarakat ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Apabila harta yang melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentas kemiskinantentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
d)     Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
e)      Membayar zakat berarti memperluas  peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.[9]

F.     TATA CARA PELAKSANAAN ZAKAT
1.      Pengelolaan zakat
Pada prinsipnya, dibenarkan oleh syari’at islam apabila seseorang yang berzakat langsung memberikan sendiri zakatnya kepada para mustaqiq dengan syarat criteria mustahiq sejalan dengan firman Allah swt dalam surat at-Taubah : 60. Akan tetapi, sejalan dengan firman Allah tersebut dan juga berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad saw, tentu akan lebih utama jika zakat itu disalurkan lewat amil zakat yang amanah, tanggung jawab dan terpercaya. Ini dimaksudkan agar distribusi zakat itu tepat sasaran sekaligus menghindari penumpukan zakat pada mustahiq tertentu yang kita kenal sementara mustahiq lainnya karena kita tidak mengenalnya tidak mendapatkan haknya. Oleh karena itu, maka para ahli fiqih (fuqaha) menekankan tanggung jawab pemerintah dalam mengumpulkan zakat dengan cara yang benar, menyalurkannya dengan cara yang benar pula, dan menghalanginya dari hal-hal yang bathil. Allah swt berfirman dalam surat al-Hajj: 41
tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B Îû ÇÚöF{$# (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨9$# (#rãtBr&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# 3 ¬!ur èpt6É)»tã ÍqãBW{$# ÇÍÊÈ
“ (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Penyaluran zakat bisa dilakukan sendiri oleh muzakki secara langsung kepada yang berhak menerimanya atau menyerahkannya kepada pemerintah atau bvadan/lembaga yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan zakat. Dari kedua pendapat tersebut mempunyai landasan dan alasan. Bagi muzkki yang ingin menyerahkan zakatnya sendiri mempunyai landasan hokum dalam al-Ma’arij: 24-25,
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa di dalam harta seorang muslim yang kaya ada hak orang-orang miskin, baik yang meminta maupun yang tidak meminta-minta. Oleh karena itulah, maka seorang musllim wajib menyerahkan zakatnya kepada mereka.
Adapun mereka yang menyerahkan zakatnya kepada pemerintah atau badan/lembaga ini dijelaskan dalam at-Taubah: 103,
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[10]dan mensucikan[11]mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa zakat dari umat islam itu harus diambil dan yang bisa mengambil zakat tersebut adalah para penguasa atau pemimpin. Oleh karena itu, seorang pemimpin wajib mengutus petugas untuk mangambil zakat dari umat islam yang telah berkewajiban mengeluarkan zakat. Hal ini telah dijalankan oleh Rasulullah saw beserta para sahabatnya. Di samping itu, pengambilan zakat dari umat islam yang mampu dimaksudkan agar umat islam yang tidak faham tentang zakat bisa menunaikan zakatnya dengan benar.
Para Ulama’memberikan perincian tentang bagaimana cara mengeluarkan zakat:
1.      Apabila zakat itu bersifat bathin/khafi, seperti emas, perak, dan harta perniagaan, maka pemiliknya boleh membagi dan mendistribusikannya sendiri atau menyerahkan kepada imam (pemimpin).
2.      Apabila zakat itu bersifat zhahir, maka menurut jumhur ulama’, termasuk imam Maliki dan Hanafi wajib diserahkan kepada imam (pemimpin).[12]
2.      Pemindahan zakat ke daerah lain
Pada prinsipnya zakat itu diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiq), seperti fakir miskin yang ada di daerah (wilayah) dimana muzakki dan harta zakatnya berdomisili (berada). Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw riwayat al-Jama’ah:
فاءن هم اًطا عوالذالك فاًعلمهم اًن الله افترض عليهم صد قة تؤخذ من اًغنيا ئهم وتر دعلي فقرائهم.
“apabila mereka patuh kepadamu untuk (berikrar dua kalimah syahadat dan mendirikan shalat), maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah swt mewajibkan zakat kepada mereka pada harta benda mereka, diambil dari orang kaya di antara mereka, lalu dikembalikan kepada yang fakir di antara mereka”
Oleh karena itu, memindahkan zakat ke daerah lain berarti akan menodai hikmah dan tujuan zakat itu sendiri. Para Ulama’ sepakat bahwa zakat harus dibagikan di daerah di mana zakat itu didapat kecuali kalau sudah tidak ada lagi yang berhak menerima zakat di tempat atau daerah itu, maka zakat boleh dipindahkan ke daerah lain. [13]

Rincian Hitungan Nishab.[14]
a.       Unta
Kepemilikan unta (ekor)
Binatang yang dikeluarkan sebagai zakat
5-9
1 ekor domba
10-14
2 ekor domba
15-19
3 ekor domba
20-24
4 ekor domba
25-35
1 ekor anak unta betina berumur 1 tahun atau anak sapi jantan yang masih menyusu
36-45
1 ekor anak sapi betina yang genap berumur 2 tahun
46-60
1 ekor unta berumur 3 tahun
61-75
1 ekor unta berumur 4 tahun
76-90
2 ekor anak sapi betina berumur 2 tahun
91-120
2 ekor unta berumur 3 tahun
121-129
3 ekor anak sapi betina berumur 2 tahun
130-
Dihitung setiap 40 ekor

b.      Sapi
Kepemilikan sapi (ekor)
Binatang yang dikeluarkan sebagai zakat
30-39
1 ekor sapi betina/jantan berumur 1 tahun
40-50
1 ekor sapi berumur 2 tahun
60
2 ekor sapi berumur 1 tahun

c.       Domba atau Kambing
Kepemilikan Domba (ekor)
Binatang yang dikeluarkan sebagai zakat
40-120
1 ekor domba
120-200
2 ekora domba
200-390
3 ekor domba

d.      Zakat barang berharga
Jenis barang berharga
Nishab minimal
Zakat 2,5 % nya
Zakat emas
20 mistqal, sebanding 85 gr emas
2,125 gr emas
Zakat perak
200 Dirham, sebanding 95 gr perak
2,375 gr perak

KESIMPULAN
“ Dan kecelakaan besar bagi orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya akhirat,” (QS. Fushilat: 6-7)
Nabi mengancam keras kepada orang yang menentang zakat bahwa dia akan disiksa dengan harta yang dia miliki. Jika hartanya berupa hewan peliharaan maka hewannya akan menikam dan menanduknya. Jika hartanya berupa emas dan perak, dia akan dibuatkan baju dari baja kemudian dipanaskan di neraka hingga dengannya kedua pinggang, punggung, dan keningnya disetrika. Dia kemudian digiring di antara manusia dan dia akan menyaksikan perjalanannya, apakah ke neraka atau ke surga. Zakat itu diwajibkan atas muslim yang merdeka, tidak disyaratkan sampai umur dan berakal.
            Hikmah Zakat
1.         Faidah diniyyah (segi agama)
2.         Faidah Khuluqiyyah (Segi Akhlak)
3.         Faidah ijtimaiyyah (segi Sosial Kemasyarakatan)

DAFTAR PUSTAKA
Al- Ghamidi, Ali Bin Said (Alih bahasa: Ahmad Syarif). 2009. Dalilul mar’atil muslimah (Fikih Muslimah). Surakarta: Aqwam
Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, 2008, Solo: Tigaserangkai.
Ash-Shidiq, Muhammad Hasbi. 1994. Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari segi hokum dan hikmah. Jakarta: Bulan Bintang
Fakhffuddin, M.Hi. 2008. Fiqih dan Manajemen Zakat Di Indonesia. Malang: UIN Malang Press
Rasjid, Sulaiman. 2004. Fiqih Islam: Hukum Fiqih Lengkap. Bandung: Sinar Baru Algensindo








[1] Al-Furqon Hasbi, 125 masalah zakat, (solo, tiga serangkai,2008), hal.13
[2] Ibd, hal.17-19
[3] Al- Ghamidi, Ali Bin Said (Alih bahasa: Ahmad Syarif). Dalilul mar’atil muslimah (Fikih Muslimah)  (Cetakan: 1, Surakarta: Aqwam,2009) hal.85
[4] Ibid. hal. 86
[5] Ash-Shidiq, Muhammad  Hasbi.. Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari segi hokum dan hikmah. ( Cetakan ke 8.Jakarta: Bulan Bintang, 1994) hal. 170
[6] Al- Ghamidi, Ali Bin Said (Alih bahasa: Ahmad Syarif). Dalilul mar’atil muslimah (Fikih Muslimah)hal. 96
[7] Ibid, hal 96
[8] Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam: Hukum Fiqih Lengkap. (Cetakan ke 37,Bandung: Sinar Baru Algensindo,2004) hal.208
[9] Fakhffuddin, M.Hi.. Fiqih dan Manajemen Zakat Di Indonesia. (cetakan 1, Malang: UIN Malang Press,2008) hal. 30-32
[10] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[11] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
[12] Fakhruddin. Fiqh & Manajemen Zakat di Indonesia (Yogyakarta. Sukses Offset. 2008) hal. 193-197
[13] Ibid. hal: 205
[14] Al- Ghamidi, Ali Bin Said (Alih bahasa: Ahmad Syarif). Dalilul mar’atil muslimah (Fikih Muslimah)hal. 88

No comments:

Post a Comment