MADRASAH-MADRASAH DI JAKARTA


Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:
Djafar Nashir, M.Ag

Disusun Oleh:
Rizka Elfira
26.08.31.143

JURUSAN TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2010

BAB I
PENDAHULUAN

Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang penting di Indonesia selain pesantren. Keberadaannya begitu penting dalam menciptakan kader-kader bangsa yang berwawasan keislaman dan berjiwa nasionalisme yang tinggi. Salah satu kelebihan yang dimiliki madrasah adalah adanya integrasi ilmu umum dan ilmu agama (Arief Subhan; 2005). Madrasah juga merupakan bagian penting dari lembaga pendidikan nasional di Indonesia. Perannya begitu besar dalam menghasilkan output-output generasi penerus bangsa. Perjuangan madrasah untuk mendapatkan pengakuan ini tidak didapatkan dengan mudah. Karena sebelumnya eksistensi lembaga ini kurang diperhatikan bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sekarang (Departemen Pendidikan Nasional). Yang ada justru sebaliknya, madrasah seolah hanya menjadi pelengkap keberadaan lembaga pendidikan nasional.[1]
Pada makalah ini akan dibahas mengenai madrasah-madrasah di Jakarta yang memiliki peran penting bagi perkembangan islam dan Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Madrasah
Madrasah secara umum berarti tempat belajar. Istilah madrasah sendiri ditemukan pada masa Harun al-Rasyid yang dimaksudkan sebagai sarana belajar yang disediakan untuk studi ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu penopang lainnya di lingkungan klinik di Baghdad. Dalam sejarah pendidikan Islam, istilah madrasah tidak semata-mata dikaitkan dengan arti tempat belajar. Madrasah dalam sistem pendidikan Islam dapat dikaitkan dengan arti ‘sekolah khusus’, dan dapat pula berarti sekolah ‘formal’.

B.  Madrasah-madrasah di Jakarta
1.    Madrasah Al-IRSYAD Jakarta
Madrasah yang tertua dan termasyhur di Jakarta ialah Madrasah Al-IRSYAD Al-ISLAMIYAH didirikan pada bulan september tahun 1913 M oleh perhimpunan Al-Irsyad Jakarta
Sejarah Al-IRSYAD Jakarta
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam'iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915. Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-'Alamah Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami'at Khair -yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905. Nama lengkapnya adalah Syeikh Ahmad Bin Muhammad Assoorkaty Al-Anshary.
Syekh Ahmad Surkati tiba di Indonesia bersama dua kawannya: Syeikh Muhammad Tayyib al-Maghribi dan Syeikh Muhammad bin Abdulhamid al-Sudani. Di negeri barunya ini, Syeikh Ahmad menyebarkan ide-ide baru dalam lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Syeikh Ahmad Surkati diangkat sebagai Penilik sekolah-sekolah yang dibuka Jami'at Khair di Jakarta dan Bogor. Berkat kepemimpinan dan bimbingan Syekh Ahmad Surkati, dalam waktu satu tahun, sekolah-sekolah itu maju pesat. Namun Syekh Ahmad Surkati hanya bertahan tiga tahun di Jami'at Khair karena perbedaan paham yang cukup prinsipil dengan para penguasa Jami'at Khair, yang umumnya keturunan Arab sayyid (alawiyin).
Sekalipun Jami'at Khair tergolong organisasi yang memiliki cara dan fasilitas moderen, namun pandangan keagamaannya, khususnya yang menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik. Ini nampak setelah para pemuka Jami'at Khair dengan kerasnya menentang fatwa Syekh Ahmad tentang kafaah (persamaan derajat). Karena tak disukai lagi, Syekh Ahmad memutuskan mundur dari Jami'at Khair, pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Dan di hari itu juga Syekh Ahmad bersama beberapa sahabatnya mendirikan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah, serta organisasi untuk menaunginya: Jam'iyat al-Islah wal-Irsyad al-Arabiyah (kemudian berganti nama menjadi Jam'iyat al-Islah wal-Irsyad al-Islamiyyah).
Setelah tiga tahun berdiri, Perhimpunan Al-Irsyad mulai membuka sekolah dan cabang-cabang organisasi di banyak kota di Pulau Jawa. Setiap cabang ditandai dengan berdirinya sekolah (madrasah). Cabang pertama di Tegal (Jawa Tengah) pada 1917, dimana madrasahnya dipimpin oleh murid Syekh Ahmad Surkati angkatan pertama, yaitu Abdullah bin Salim al-Attas. Kemudian diikuti dengan cabang-cabang Pekalongan, Cirebon, Bumiayu, Surabaya, dan kota-kota lainnya.
Seperti yang diajarkan Muhammad Abduh di Mesir, Al-Irsyad mementingkan pelajaran Bahasa Arab sebagai alat utama untuk memahami Islam dri sumber-sumber pokoknya. Dalam sekolah-sekolah Al-Irsyad dikembangkan jalan pikiran anak-anak didik dengan menekankan pengertian dan daya kritik. Tekanan pendidikan diletakkan pada tauhid, fikih, dan sejarah.[2]
Madrasah Al-IRSYAD terdiri dari beberapa bagian:
a.    Auwaliyah, lama pelajaran 3 tahun (tiga kelas)
b.    Ibtidaiyah , lama pelajaran 4 tahun (empat kelas)
c.    Tajhizyah, lama pelajaran 2 tahun (dua kelas)
d.   Muallimin, lama pelajaran 4 tahun (empat kelas)
e.    Takhassus, lama pelajaran 2 tahun (dua kelas) Jumlah 15 tahun
Guru-guru Al-IRSYAD bagian Tajhiziah, Muallimin dan Takhassus pada zaman keemasannya terdiri dari:
1.        Syekh Ahmad Surkati Al-Anshari, Alimiyah Makkah tahun 1905 (Direktur).
2.        Syekh Ahmad Al-‘Agib Al-Anshari, Al Azhar Cairo tahun1909 (Guru).
3.        Abdul Fadlil Al-Anshari, College Gordon Sudan tahun 1911 (Guru).
4.        Muhammad Al-Hasymi, kuliah Az-Zaitun (Tunisia) tahun 1907 (Guru).
5.        Muhammad Al-Attas, kuliah Tekhnik (Turki) tahun 1907 (Guru).
6.        Syekh Abdur Rahim, kuliah Hakim Agama (Cairo) (Guru).
7.        Syekh Muhammad Nur, kuliah Syari’ah Wad Din (Sudan) tahun 1912 (Guru).
8.        St. Abdul Hamid (Guru Bahasa Indonesia).
9.        Syekh Muhammad Al-Madani, Al-Azhar Cairo (Guru).
10.    Abu Zaid Al-Misri, Al-Azhar (Cairo) tahun 1912 (Guru).
11.    Syekh Hasan Hamid Al-Anshari, kuliah Syari’ah Wad Din (Sudan) tahun 1908
12.    Syekh Hasan Abu Ali Assaikah, makkah.[3]
Tercatat banyak lulusan Al-Irsyad, baik dari kalangan keturunan Arab maupun non-Arab yang telah memainkan peran penting di berbagai bidang. Lulusan pribumi yang turut berperan penting dalam modernisme Islam di Indonesia antara lain:
Yunus Anis: Alumnus Al-Irsyad yang dikenal sebagai seorang pemimpin yang menonjol dari Gerakan Muhammadiyah. Ia mendapat kehormatan dijuluki "tulang punggung Muhammadiyah" karena pengabdiannya sebagai sekretaris jenderal di organisasi tersebut selama 25 tahun.
Prof. Dr. T.M. Hasby As-Shiddique: Putera asli Aceh, penulis terkenal dalam masalah hadist, tafsir, dan fikih Islam moderen. Guru besar di IAIN Yogyakarta ini bahkan pernah menjabat Rektor Universitas Al-Irsyad di Solo (sekarang sudah tutup)
Prof. Kahar Muzakkir: Berasal dari Yogyakarta. Lulus dari Madrasah Al-Irsyad, Kahar Muzakkir melanjutkan studinya di Dar al-Ulum di Kairo. Ia sangat aktif berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan termasuk penandatangan Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Kemudian ia menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.
Muhammad Rasjidi: Menteri Agama Republik Indonesia yang pertama, berasal dari Yogyakarta. Ia pernah menjadi professor di McGill University di Montreal, Kanada, dan juga mengajar di Universitas Indonesia, Jakarta.
Prof. Farid Ma'ruf: Asli Yogyakarta, profesor di IAIN, yang juga salah satu tokoh besar Muhammadiyah di awal-awal berdirinya. Lulusan Madrasah Al-Irsyad ini sempat menjabat Direktur Jenderal Urusan Haji di Departemen Agama.
Al-Ustadz Umar Hubeis: Jabatan pertamanya adalah Direktur Madrasah Al-Irsyad Surabaya. Ia aktif di Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Umar Hubeis bahkan pernah menjadi anggota DPR mewakili Masyumi. Ia juga menjadi professor di Universitas Airlangga, Surabaya. Semasa ia hidupnya beliau juga menulis beberapa buku, terutama fikih. Yang terkenal adalah Kitab FATAWA.
Said bin Abdullah bin Thalib al-Hamdani: Lulusan Al-Irsyad Pekalongan ini sangat menguasai fikih dan menjadi professor di Fakultas Syariah IAIN Yogyakarta. Ia juga menulis buku-buku fikih. Di kalangan cendekiawan dan intelektual Islam Indonesia, ia dijuluki Faqih Al-Irsyadiyin (cendekiawan terkemuka di bidang hokum Islam dari Al-Irsyad).
Abdurrahman Baswedan: Pendiri Partai Arab Indonesia (PAI) dan aktifis Masyumi ini pernah menjadi Wakil Menteri Penerangan RI.[4]
Namun perkembangan Al-Irsyad yang awalnya naik pesat, kemudian menurun drastis bersamaan dengan masuknya pasukan Jepang ke Indonesia. Apalagi setelah Syekh Ahmad Surkati wafat pada 1943, dan revolusi fisik sejak 1945. Banyak sekolah Al-Irsyad hancur, diporak-porandakan Belanda karena menjadi markas laskar pejuang kemerdekaan. Sementara beberapa gedung milik Al-Irsyad yang dirampas Belanda, sekarang berpindah tangan, tanpa bisa diambil lagi.
Tetapi amat sayang madrasah Al-Irsyad itu terpaksa ditutup pada tahun 1940. Sampai sekarang belum ada madrasah Al-Irsyad yang dapat mendekati rencana yang lama itu. Rencana madrasah Al-Irsyad sekarang ialah seperti rencana sekolah-sekolah pemerintah yaitu SR Al-Irsyad, SMP Al-Irsyad, SMA Al-Irsyad. Hanya ditambah dengan pelajaran agama dan bahasa Arab.[5]
2.    MADRASAH DA’WAH ISLAMIYAH JAKARTA
Madrasah ini didirikan pada tanggal 3 september 1947 di bawah pimpinan H.S.S Ja’man seorang guru dan Muballigh Islam yang terkenal di Jakarta.
Da’wah Islamiyah terdiri dari 2 bagian: Bagian Mu’allimin (guru) untuk putera dan Bagian Mu’allimat (guru) untuk puteri.
Lama pelajarannya 5 tahun dan ditamabah 1 tahun untuk praktek yang diterima menjadi murid ialah mereka yang tamat dari Madrasah Ibtidaiyah atau SR yang telah pandai membaca Qur’an. Bagi murid-murid SMP diadakan kelas khusus, mu’allimin atau mu’allimat, lama pelajaran 2 tahun. Lain daripada itu diadakan lagi 2 bagian: Bagian Muballighin (penyiar-penyiar Islam) untuk putera dan Bagian Muballighot (penyiar-penyiar Islam) untuk puteri.
·                     Jumlah murid-murid Da’wah Islamiyah (tahun 1957 M):
1.    Bagian Muallimin                :           150 orang
2.    Bagian Mu’allimat                :           160 orang
3.    Bagian Tanggal Mu’allimin  :           20 orang
4.    Bagian Tanggal Mu’allimat  :           15 orang
5.    Bagian Muballighin              :           20 orang
6.    Bagian Muballighat              :           40 orang
Jumlah                                 :           405 orang
Da’wah Islamiyah mempunyai gedung sendiri

3.    PERGURUAN TINGGI ISLAM JAKARATA
Perguruan Tinggi Islam Jakarta didirikan pada tanggal 14 November oleh Yayasan Wakaf Perguruan Tinggi Islam Jakarta. Itulah Perguruan Tinggi Islam partikelir yang pertama kali didirikan di Indonesia. PTI itu baru merupakan satu Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat. Maksud dan tujuannya ialah memberikan pendidikan yang sifat universaler yang selaras dengan tujuan agama Islam, yaitu pendidikan yang hendak mewujudkan perseimbangan roh dan pikiran.
Pengurus Yayasan PTI yang pertama terdiri dari:
1.    Prof. Dr. R. Soemedi                      :           Ketua
2.    H. Mahmud Yunus                         :           Wakil Ketua
3.    Usman Nurdin                                :           Panitera
4.    M. Zain Jambek                              :           Bendahara
5.    Mulya Sentana                                :           Pembantu
Dewan Pengawas:
1.    Dr. Abd Rasyid (Almarhum)
2.    Prof. Dr. R. Abdurrachman
3.    H. Mahmud Yunus
Susunan Dewan Guru Besar PTI yang pertama tahun 1951/1952:
1.    Dr. Ma’mun ‘l Rasyid (ketua), Bahasa Jerman
2.    Prof. Dr. Mr. Hazairin , Pengantar Hukum Adat
3.    Prof. Mr. Soediman, Pengantar Ilmu Hukum/ Hukum Negara
4.    Dr. Y. Ismail, Ilmu Kemsyarakatan
5.    H. Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an
6.    Hamka, Tarikh Islam
7.    H. Baharuddin Ali, Ushul Fiqh
8.    K. A. A. Wahid, Bahasa Inggris
9.    H. M. Salim Fakhri, Bahasa Arab
10.     Hoekmini, Bahasa Perancis
11.     Rasyidi Usman, Panitera
Penasehat PTI: R. Muhammad Kafrawi
Pada tahun 1959 DST-I diubah menjadi Universitas Islam Jakarta dan mempunyai dua fakultas: Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat dan Fakultas Ekonomi dan Perusahaan[6]

4.    MADRASAH JAMI’ AT KHEIR JAKARTA
Jamiat Kheir adalah lembaga swasta yang bergerak dalam bidang pendidikan dan berperan penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Berpusat di jalan KH Mas Mansyur 17, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

a.        Sejarah pendirian

Jamiatul Kheir sebagai suatu perkumpulan jauh sebelum tahun 1919 telah terbentuk dan bermula berada di Pekojan, yang merupakan suatu yayasan atau perkumpulan sosial dan menampung semua aspirasi baik Al-Alawiyyin, Al Masyaikh dan Al-Ajami, kemudian tanggal 27 Desember 1928 izin pertama berdirinya Al Arabithah AlAlawiyyah dari pemerintah Belanda, dan izin kedua 27 November 1929.
Pada awal mula didirikan tahun 1901 M, Organisasi Jamiat Kheir lebih bersifat organisasi sosial kemasyarakatan, dimana tujuan awalnya dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, membantu fakir miskin, baik dalam segi material maupun spiritual. Kedua, mendidik dan mempersiapkan generasi muda Islam untuk mampu berperan di masa depan. Dan yang ketiga, menolong ummat yang lemah dalam sektor ekonomi.
Berdirinya madrasah Jamiat Kheir berdasarkan akte notaris J.W.Roeloffs Valks Notaris Batavia, nomor 143 tertanggal 17 Oktober 1919 dalam akte STICHTINGSBRIEF der STICHTING "SCHOOL DJAMEAT GEIR" dengan susunan pengurus pertamanya, sebagai ketua Said Aboebakar bin Alie bin Shahab dan sebagai anggota-anggota pengurus lainnya adalah : Said Abdulla bin Hoesin Alaijdroes, Said Aloei bin Abdulrachman Alhabsi, Said Aboebakar bin Mohamad Alhabsi, Said Aboebakar bin Abdullah Alatas, Said Aijdroes bin Achmad bin Shahab dan Sech Achmad bin Abdulla Basalama (semua dalam ejaan aslinya dalam akta tersebut).
Hal-hal yang menjadi perhatian utama organisasi ini yaitu: Pertama, pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkatan dasar Kedua, pengiriman anak-anak ke turki untuk melanjutkan studinya.
Bidang kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas umpanya, sudah diatur dan disusun secara terorganisasi, sementara itu bahasa Indonesia dan bahasa melayu dipergunakan sebagai bahasa pengantar. Adapun bahasa belanda tidak diajarkan, dan sebagai gantinya bahasa inggris yang dijadikan wajib. Dengan demikian, terhimpunlah anak-anak Islam dari Indonesia sendiri.
Tercatat beberapa orang guru yang didatangkan dari luar negeri seeperti: Al-Hasyimi dari Tunis, Syekh Ahmad Sukarti dari Sudan Syekh Muhammad Thaib dari Maroko, dan syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah
Hal penting yang dapat dicatat bahwa jami’at al-khair merupakan organisasi modern pertama dalam masyarakat Islam Indonesia, yang memiliki AD/ART, daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat secara berkala, dan  yang mendirikan lembaga pendidikan dengan memakai system yang boleh dikatakan cukup modern, diantaranya memiliki kurikulum, buku-buku pelajaran yang bergambar, kelas-kelas, pemakaian bangku, papan tulis, dan sebagainya.
Dengan demikian, bisa dikatakan sebagai pelopor pendidikan moderen di Indonesia. Dalam jami’at al-khair inilah dididik dan digembleng tokoh ulama K.H Ahmad Dahlan dan HOS.Cokroaminoto[7]

b.        Anggota dan pengurus pertama

Anggota pengurus pertama adalah :
·       Said Aboebakar bin Abdullah bin Achmad Alatas, wakil ketua
·       Said Idroes bin Ahmad bin Mohamad Sjahab, ketua ketiga
·       Said Hoesain bin Ahmad bin Hoesin bin Semit, sekretaris satu
·       Said Moehamad bin Ahmad bin Hoesin bin Semit, sekretaris kedua
·       Said Salim bin Tahir bin Saleh Alhabsi, bendahara kesatu
·       Said Abdulqadir bin Hasan bin Abdulrachman Molagela, bendahara kedua
Para komisaris : Said Ali bin Abdulrachman bin Abdullah Alhabsi, Said Alwi bin Tahir Alhadad, Said Alwi bin Mochamad bin Tahir Alhadad, Said Ahmad bin Abdullah bin Mochsin Assegaf, Said Jahja bin Oesman bin Jahja, Said Abdullah bin Aboebakar bin Salim Alhabsi, Said Hasjim bin Mohamad bin Hasjim Alhabsi, Said Hasan bin Sech Assolabiah Alaidroes, Said Abdoellah bin Moehamad Alhadad, Said Aloei bin Abdullah bin Hoesin Alaijdroes, Said Tahir bin Hoesin bin Semit, Syech Salim bin Achmad bin Djoenet Bawazir, Said Abdulrachman bin Abdilla bin Abdulrachman Alhabsi, Said Ali bin Aloei bin Abdulrachman Alhabsi, Said Abdullah bin Mohamad bin Achmad bin Hasan Alatas

c.         Kegiatan sosial

Aktivitas Jamiat Kheir mengarah pada sosial kemasyarakatan, yang menitik-beratkan pada masalah penanggulangan kemiskinan dan kebodohan yang diderita oleh umat Islam akibat penjajahan. Kegiatan santunan orang yang tidak mampu, yatim, dan jompo mendominasi program Jamiat Kheir dibuktikan kemudian oleh pengurus dengan membuat panti asuhan Daarul Aitam, yang khusus merawat dan mendidik anak-anak yatim yang hingga saat ini masih aktif.
Dan yang tidak kalah pentingnya untuk diketahui adalah bahwa Jamiat Kheir memiliki reputasi internasional melalui hubungan dengan kaum muslimin di timur tengah. Dengan dasar ukhuwah Islamiyah, Jamiat Kheir banyak membantu secara finansial untuk korban perang di Tripoli (Libya), membantu pembangunan jalan kereta api di Hijaz yang menghubungkan kota Madinah Almunawwarah dengan daerah-daerah disekitar Syam (Yordania, Palestina, Syria, Iraq) dan lain-lain.[8]

d.        Madrasah jami’at kheir

Salah satu madrasah yang terbesar dan tertua di Jakarta, didirikan pada tahun 1905 disebuah rumah sebagai pesantren pada tahun 1919 M didirikan Jami’at Kheir bagian puteri (Al-Banat). Diantar guru-guru yang masyhur dahulu ialah Mu’allim Tunus dan Syekh Ahmad Surkati (kemudian ia pindah ke Madrasah Al-Irsyad).[9]
     Pada bulan Desember 1923 (Jumadil Awal 1342) didirikan gedung Jami’at Kheir di Tanah Abang yang mempunyai 8 lokal. Kemudian ditambah 2 lokal sehingga menjadi 10 lokal. Jami’at Kheir terdiri dari beberapa tingkat: Tingkat Tahdiriah, lamanya 1 tahun. Tingkat Ibtidaiyah, lamanya 6 tahun. Tingkat tsanawiyah, lamanya 3 tahun.
     Mereka yang telah tamat dari tsanawiyah dapat menyambung pelajarnnya ke Mesir atau ke Mekkah.  Jmi’atul kheir telah banyak berjasa mengeluarkan alim ulama, guru-guru agama dan pemimpin-pemimpin Islam.
Amat sayang kita tidak mendapat keterangan-keterangan yang cukup tentang rencana pelajaran Jami’at Kheir diwaktu jaman keemasannya itu.
Jami’at Kheir sekarang terdiri dari beberapa bagian:
1.    Bagian Ibtidaiyah, lamanya 6 tahun (enam kelas) ditambah tahun kelas nol.
2.    Bagian Tsanawiyah, lamanya 3 tahun (tiga kelas).
3.    Bagian PGA pertama lamanya 4 tahun (menurut rencana Jpenda) yang diterima masuk tsanawiyah adalah murid dari tamatan ibtidaiyah. Yang diterima masuk PGA ialah murid dari tamatan SR.
Pelajaran agama/ Bahasa Arab pada tsanawiyah telah banyak dari pelajaran Pengetahuan Umum. Kitab-kitab agama/ Bahasa Arab yang dipakai pada Ibtidaiyah: Al Qur’an,Tamaddudin, Attahaji (Dlia Shahab),Tak hatub ‘Arabi (Dlia Shahab), Annhjul Lughah (Dlia Shahab), Attashrif (Dlia Shahab),Al-Muthala’ah Jadidah (Hamid B. Khalid), Khattul Wadlih (Ismail Taufiq), Durusul Fiqhiah (Abd. Rahman Assegaf), Khulasah Nurul Yasin (Umar A. Jabbar), Mahfuzat (Umar A. Jabbar), Fiqhil Wadlih (Mahmud Yunus)Durusut Tarikh, Nahwul Wadlih, Qiraatur Rasyidah, Hidayatul Mustafid (M. An-Najar), Jawahir Kalamiah, Qawaidul Lughah Arabiah

5.     Madrasah-madrasah Lain
Selain dari madrasah-madrasah tersebut, masih banyak lagi madrasah-madrasah di Jakarta, diantaranya ialah:
a.    Perguruan Tinggi Islam Al-Washliyah di Menteng didirikan pada tahun 1958 M.
b.    Raudratul Muta’allimin (tsanawiyah) di Mampang Perapatan didirikan pada tanggal 1 Juli 1950. Lama pelajarannya 3 tahun (3 kelas). Pelajarannya agama 60% dan umum 40%.
c.    SMI (Sekolah Menengah Islam) tingkat tsanawiyah di Tanah Abang. Didirikan tanggal 1 September 1950. Lama pelajarannya 1 tahun (4 kelas). Pelajarnnya agama 50% dan umum 50%.
d.   Sa’adatud Darain (tsanawiyah) di Kebun Jeruk Matraman, didirikan tanggal 20 Juni 1950. Lama pelajarannya 4 tahun (4 kelas). Pelajaran agama 50% dan  50%.
e.    Al-Irsyad (tsanawiyah) di Jalan Kemakmuran didirikan tanggal 1 Juli 1952. Lama pelajarannya 3 tahun (3 kelas). Pelajaran agama 60% dan umum 40%. Madrasah ini telah dilebur menjadi PGAP menurut rencana PGA Negeri.
f.     PGAP Partikelir ada 7 (tujuh) buah di Jakarta, diantaranya yang terbesar PGAP Jami’at Khair di Tanah Abang. Lain daripada itu ± 220 Madrasah Ibtidaiyah (SRI) yang terdaftar di Kantor Pendidikan Agama Jakarta-Raya. Umumya madrasah-madrasah itu lama pelajarannya 6 tahun. Pelajaran agama 60% dan umum 40% dan ada lagi pelajaran agama 50%, bahkan ada juga pelajaran agama 40% dan umum 60%.[10]
BAB III
PENUTUP

Madrasah dalam sistem pendidikan Islam dapat dikaitkan dengan arti ‘sekolah khusus’, dan dapat pula berarti sekolah ‘formal’.
Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang penting di Indonesia selain pesantren. Keberadaannya begitu penting dalam menciptakan kader-kader bangsa yang berwawasan keislaman dan berjiwa nasionalisme yang tinggi. Salah satu kelebihan yang dimiliki madrasah adalah adanya integrasi ilmu umum dan ilmu agama.

Beberapa madrasah yang ada di Jakarta, sebagai berikut:
1.      Madrasah Al-Irsyad Jakarta
2.      Madrasah Da’wah Islamiyah Jakarta
3.      Perguruan Tinggi Islam Jakarta
4.      Madrasah Jami’at Kheir Jakarta, dan
5.      Madrasah-madrasah lain

Madrasah-madrasah tersebut memiliki peran penting dalam perkembangan islam di Jakarta dan Indonesia pada umumnya. Dan dari madrasah-madrasah tersebut lahirlah para tokoh-tokoh islam yang kini tersebat di Indonesia


DAFTAR PUSTAKA

An-nahidl, Nunu Ahmad,dkk, 2007, Posisi Madrasah Dalam Pandangan Masyarakat. Jakarta: Gaung Persada Pers
Yunus,H.Mahmud,1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:PT Hidakarya Agung



[1] http://goesrifai.blogspot.com/2010/04/ulama-dan-madrasah-power-and-knowledge.html

[3] Yunus,H.Mahmud,1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:PT Hidakarya Agung hlm 307-308
[5] Yunus,H.Mahmud,1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:PT Hidakarya Agung hlm 314
[6] Ibid.hal:314-317
[8] http://wapedia.mobi/id/Jamiatul_Khair
[9] An-nahidl, Nunu Ahmad,dkk, 2007, Posisi Madrasah Dalam Pandangan Masyarakat. Jakarta: Gaung Persada Pers
[10] Yunus,H.Mahmud,1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:PT Hidakarya Agung hlm 319-321

No comments:

Post a Comment